Monday, May 11, 2009

Sopir Angkutan Umum di Solo Tak Lulus Ujian SIM??

Pernahkan anda mendapati sebuah bus di perempatan lampu merah yang menutup jalan pad lajur kiri? Padahal jelas-jelas disitu tertulis ”belok kiri jalan terus”. Pasti banyak diantara pembaca yang pernah dirugikan dengan fenomena ini.

Sebuah bus angkutan umum berada pada sisi kiri jalan, di perempatan lampu merah, sedang lampu baru menyala merah, dan di tiang lampu jelas tertulis ”belok kiri jalan terus”, seolah sang supir memang sengaja menghalangi para pengendara yang hendak belok kiri meneruskan perjalanan. Yang juga mengherankan pengendara di belakang bus tersebut tak berani berbuat apa-apa, dan sengaja mengalah, toh dengan usaha apapun si bus tak akan beranjak dari tempatnya sebelum lampu hijau karena memang jalur yang akan dilalui bus adalah arah lurus.

Kondisi berkebalikan saat ada sebuah kendaraan entah motor atau mobil yang ”sedikit” menghalangi bus umum saat sebuah bus hendak belok dan si kendaraan sedang dalam posisi berhenti menungu lampu hijau. Bisa dipastikan bus yang merasa terhalangi akan menekan klaksonnya keras-keras hingga memekakkan telinga sekelilingnya, kalau belum puas mereka meluapkan kejengkelan mereka dengan memaki si pengendara.

Ironis memang, di kota yang konon menjadi pusat budaya, kota pusaka yang terkenal keramahannya ternyata fenomena ini terus saja berlangsung tanpa ada yang peduli. Nilai-nilai keramahan, mendahulukan kepentingan orang lain dan kedisplinan tak lagi ada. Yang muncul justru kebengisan, keegoisan dan budaya indisipliner.

Satu hal yang juga meprihatinkan, hal ini tak pernah mendapat perhatian dari aparat ang seharusnya menertibkan lalu lintas. Mereka seolah menaganggap itu sebagai sebuah kewajaran, padahal jelas-jelas sebagai sebuah pelanggaran dan mengganggu ketertiban umum. Kontradiktif dengan sikap mereka pada pengendara, khususnya pengendara roda dua. Tak jarang hanya karena SIM ketinggalan harus membayar sejumlah uang, padahal pada akhirnya pengendara bisa menunjukkan SIM setelah mengambilnya. Yang memprihatinkan lagi, tak ada tanda surat tilang, apa lagi tanda terima pembayaran. Sudah pasti ”fulus” itu masuk kantong pribadi. Membicarakan kebobrokan aparat SatLantas tak kan ada habisnya.

Kembali pada tindakan indisipliner bus angkutan umum tadi, tepatnya Rabu,6/5/09, saya menjadi salah satu yang merasakan ketidaknyamanan itu. Saat lampu menyala sedang merah di perempatan sekarpace, saya bermaksud belok kiri ke arah bengawan sport, tetapi terhalangi oleh sebuah bus Surya Kencana. Di sebelah kiri bus ada celah kecil yang perkiraan saya cukup untuk lewat motor honda Grand saya. Dengan hati-hati saya coba melewatinya, karena memang sedang terburu-buru. Saat motor sejajar dengan pintu tengah bus, saya dengar kertet berteriak keras, tapi tidak jelas apa yang dikatakannya. Yang jelas dia berteriak kepada saya. Sejalan dengan itu, si supir menjalankan busnya dan memepet motor yang saya kendarai, hingga stang kanan motor terseret dinding bus dan masuk ke pintu belakang bus. Terpaksa saya menghentikan motor lantas mencoba mencari celah sebelah kanan bus, lalu melintas tepat di depan supir sambil memandangi si supir yang entah tersenyum kemenangan atau tertawa atas ”keberhasilannya” saya kurang jelas.

Saya hanya satu diantara puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan rakyat bangsa ini yang tidak nyaman dengan ketidakteraturan yang ada di negeri ini. Ini hanya sebagian yang sangat kecil diantara seabrek ketidakteraturan yang ada di negeri tercinta ini.

Jum’at dini hari, 8 mei 09
01.32

Selengkapnya...

Monday, May 4, 2009

Islam Agamanya Laki-laki??


Pagi itu, sembari duduk-duduk di depan tangga kampus saya ngobrol sama seorang dosen. Tiba-tiba keluar kata-kata beliau yang entah dengan nada bertanya atau berpendapat. ”Mas, Islam itu agamanya laki-laki ya..??”
Sejenak saya berpikir, mencoba memutar otak buat njawab pertanyaan atau lebih tepatnya pernyataan si dosen.
Saya tau arah pembicaraan beliau, dan sudah memperkirakan apa yang akan dikemukakannya setelah itu. Mencoba menjawab sekenanya untuk sekedar memberikan tanggapan aku balik bertanya. “Kok bisa Pak?”
Lantas beliau menjawab “Liat aja Mas, semua posisi di Islam selalu dipegang laki-laki, mulai Nabi, pemimpin (yang bliau maksud kholifah), hakim sampai imam sholat. Hokum-hukum fiqh dalam islam juga selalu mengunggulkan laki-laki dalam segala hal, apa ini bukan agama laki-laki?”
Jujur aku nggak punya jawaban yang pasti atas pertanyaan beliau. mencoba tak jelasin sebisaku, tapi agaknya itu tak membuat beliau puas.

Tak ada kesimpulan dari dialog pagi itu, hanya menyisakan tanya. Tapi bagiku, Tuhan menciptakan manusia menurut kadarnya masing-masing. Begitu pula dengan penciptaan laki-laki dan perempuan. Ada sebuah kebijaksanaan-Nya yang bila ditilik lebih jauh, dibalik penciptaan itu ada maksud untuk menciptakan keharmonisan dan keselarasan hidup. Bila ada yang mencoba menggugat otoritas Tuhan, tak lain itu hanya merupakan sebuah keragaman berpikir seseorang yang mencoba untuk membebaskan pemikiranya. Pada akhirnya toh akan kembali pada titik normalnya.

Ketika mencoba cross-check pernyataan sang dosen dengan salah satu teman cewek saya, ternyata pandangannya lain. Fakta bahwa perempuan cenderung di nomor duakan justru dia maknai sebagai bentuk kodrati yang diberikan Tuhan, dan ketika dia menjalani hal itu dengan baik justru merupakan suatu kehormatan sebagai seorang wanita. Sebuah pandangan yang didasari sebuah keyakinan bahwa manusia diciptakan tak lebih dari seorang hamba...



Selengkapnya...

Friday, May 1, 2009

Sepuuur....!!!


Masih seputar catatan perjalanan ke Jogja yang menyebalkan.
kereta pramex yang biasanya nyaman kemaraen mendadak berubah menjadi seperti gerbong evakuasi pengungsi kaya di film perangnya nazi. Puenuh sesakk, hingga tak ada ruang buat bergerak. Benar benar tidak nyaman!! penyebabnya adalah rombongan wisata TK yang mencarter dua dari tiga gerbong yang sore itu meluncur. Entah ada mekanisme pengaturan carter gerbong atau tidak, yang jelas kejadian sore itu menunjukkan kelalaian manajemen PRAMEX dalam mengatur jumlah penumpang.

Selain itu, kondisi itu merugikan pelanggan pramek yang sebagian besar warga solo yang kerja di jogja, karena dalam kondisi yang super lelah mereka dipaksa berjejalan dengan penumpang lain. teman saya hampir pingsan karena kelelahan dan berjubel dan mungkin kekurangan oksigen.
yang juga tidak bisa dianggap remeh adalah muatan kereta yang saat itu benar-benar overload.. bunyi kereta menderung kaya sepeda motor honda 80 diajak naek ke tawang mangu....seperti mengerang kesakitan.. bila yang seperti ini terus terjadi dan tidak ada perhatian dari manajemen PTKAI,tak heran kalo sering terjadi kecelakaan kereta sebab tergelincirnya kereta dari rel.. salah satunya karena kelebihan muatan.

Tak hanya itu. Kejadian pas berangkat ke jogja juga membuat tangan ini mengelus dada. Karena mau ngelus tumit kejauhan..hehe. seorang penumpang dengan santainya ngasih duit sama tukang karcis karena dia gak beli tiket, yang mengherankan si petugas dengan santainya menerima dan memasukkannya ke kantong celananya. Di depan semua penumpang!! bayangkan, bila moral semua bangsa Indonesia kaya gini, usaha KPK sekuat apapun pasti gak akan berimbas signifikan, Karena budaya sogok- menyogok sudah biasa dilakukan di tataran yang paling kecil sekalipun.
bisa dibayangkan gimana kalo si penumpang sama si petugas jadi menteri, pasti yang digunakan buat nyogok nggak cuma 7 ribu, yang dikantongi oleh mereka juga tidak cuma segitu, mungkin sampai 7 milyar buat melegalkan maksud pribadinya. Berapa besar negara ini akan dirugikan???

Selengkapnya...

Wednesday, April 29, 2009

Stop Kebal-Kebul....



Terlepas dari pro kontra orang tentang fatwa haram rokok MUI, sebenernya saya rasa fatwa itu tepat. Mencoba menilik dari satu poin saja, Larangan Merokok di Tempat Umum. Tepatnya kemaren, di stasiun Tugu Jogja, saya hampir dibuat pingsan sama "tetangga" duduk yang ada disamping saya. Dia dengan santainya kebal-kebul dengan asapnya, sedang disampingnya mati2an menutup hidung karena benar2 terganggu dengan asap itu, karena notabenenya saya bukan seorang perokok.
Dengan sangat terpaksa, saya pindah dari tempat itu, dan kursi sat itu penuh..tersisa satu disamping sang perokok. walaupun lumayan lega, tapi jujur dalam hati gondok juga..manusia je!!!
sesuai dengan hadits riwayat Imam Bukhori no 6484 "almuslimu man salimal muslimuuna min lisaanihi wa yadaihi..."ilaa akhirihi, au kamaa qool.. seorang muslim adalah mereka yang saudaranya selamat dari perkataan dan perbuatannya. sehingga menilik dari bukti ini, seorang muslim melakukan sesuatu yang mengganggu muslim lain, maka hal itu dilarang, dalam bahasa hukumnya "haram".
memang, mungkin bagi sebagian orang merasa tidak terganggu dengan asap itu, tetapi hukum harus ditetapkan berdasar ke"amm"an-nya kan..

Sama dengan larangan Merokok di Pomp Bensin, hal itu dinisbatkan pada bahaya yang ditimbulkan jika ternyata api rokok menyulut uap bensin yang ada di tempat itu.

bagi yang merokok, sudah saatnya anda peduli dengan sekitar anda.

Selengkapnya...

Thursday, April 23, 2009

Pemilu menyisakan kepahitan



Perhelatan itu baru saja usai, bahagia mungkin, bagi mereka yang kuota pemilihnya dinyatakan memenuhi untuk duduk sebagai wakil rakyat, atau justru pusing karena terus menerus didatangi para pendukung yang "ngompas" karena merasa telah memberikan dukungan, atau dengan dalih meminta syukuran dari sang calon anggota dewan. bagi sebagian kalangan, pemilu kali ini juga menyisakan duka. sebut saja mereka para calon yang nggak jadi, sudah pasti pusing setengah hidup mikir tenaga dan harta yang lenyap sia-sia, belum lagi pendukung dan simpatisan yang ikutan mikir kalo jagonya nggak jadi.bukan karena ikut menanggung kesedihan si jago, tapi susah mendengar cemooh dari pendukung lain yang jagonya lolos. apalagi, kebiasaan meneruskan tradisi saling ejek dengan gontok-gontokan fisik, dan berakhir "perang dingin" sesama saudara. hal ini tidak bisa dipandang sebelah mata,karena biasanya sampe jangka 5 tahun ke depan, "perang dingin" itu masih terus berlanjut. efeknya tatanan masyarakat menjadi tidak dinamis, kekeluargaan tak lagi ada, kerukunan antar warga mulai menyurut.


Di beberapa daerah pemilu berefek pada ketegangan antar warga dan antar pendukung salah satu partai/caleg lantaran ketidak beresan pelaksanaan pemilu. kerusuhan berujung pengrusakan pada fasilitas umum. tak hanya di satu daerah peristiwa semacam ini terjadi. beberapa orang kehilangan tempat tinggalnya hanya karena dituduh oleh si empunya tanah kalau mereka tidak memilih seperti yang diperintahkan.
di jawa barat caleg dari salah satu partai yang nggak jadi gantung diri. jawabannya adalah karena frustasi lantaran ketidakjadiannya.


Di klaten seorang ketua PPK meninggal gara-gara kecapekan setelah melakukan penghitungan suara plus tetek mbengeknya hingga pukul setengah lima pagi. ini menambah catatan kelam pemilu kali ini. betapa sedihnya keluarga yang ditinggalkan.semoga saja kepergiannya dicatat sebahgai gugur dalam menjalankan tugas negara, yang insyaAllah masuk surga.

Itu hanya sekelumit fenomena memprihatinkan dari perhelatan akbar bernama “pemilu legislative” yang baru saja kita laksanakan. Masih banyak, bahkan tak terhitung. Ironis memang, sebuah proses yang mengatasnamakan demokrasi ini berefek pada hal yang tidak sepatutnya terjadi.

Kalau ingat kata-kata ”lima menit untuk lima tahun ke depan” yang sering didendangkan pra pelaksanaan pemilu, bagi saya itu terlalu mendramatisir. Coba aja tengok, berapa banyak warga kita yang memilih hanya karena motivasi mendapatkan imbalan, berapa banyak calon legislatif yang mendadak kedermawanananya meningkat drastis hanya karena tujuan pribadinya tercapai? Tak terhitung, bahkan mungkin sebagian besar pemilih kita dan calon legislatif kita seperti itu. Apa yang mau diharapkan dari proses demokrasi yang dikotori oleh hal semacam ini?

Bila kita runut ke depan, hasil yang didapatkan dari sebuah proses semacam ini tidak lain hanyalah sesuatu yang semu.

Para anggota legislatif yang pada akhirnya terpilih ujung-ununngnya hanya akan mementingkan dirinya sendiri daripada sekian banyak jari yang mencontrengnya, apa lagi mereka yang tidak mencontreng dirinya. Motivasinya jelas. Mereka akan mati-matian mengembalikan modal yang telah begitu besar mereka hamburkan untuk sebuah kursi di legislatif. Pada akhirnya, apapun yang dilakukannya di posisinya selalu berorientasi pada kepentingan pribadinya.

Begitu juga yang erjadi pada para pemilih. Mereka tak lagi memikirkan apa yang dilakukan oleh jagonya yang kebetulan berhasil menduduki kursi, toh mereka sudah medapatkan imbalan di awal. Apalagi yang ternyata jagonya kalah. Sedikit sekali yang bisa diharapkan dari kumpulan orang yang kata iwan fals ”orang yang duduk sambil diskusi” .

Bila proses ini terus berjalan tanpa adanya pendidikan politik yang bermoral, serta penegakan hukum yang jelas dari sang pemegang kebijakan, kita tak akan bisa berharap banyak dari proses yang bernama ”pemilu” yang konon Luber dan Jurdil ini. Entah...



Rabu petang, 22 april 2009

Selengkapnya...